Cari Blog Ini

Kamis, 21 Maret 2013

Sukseskah Prof. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Menjalankan Tugas Sehingga Diangkat sebagai Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI?


Menteri Kesehatan melantik dua Pejabat Eselon I di lingkungan Kemenkes
Pada tanggal 1 Februari 2013 yang lalu, Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, melantik dua Pejabat Eselon I di lingkungan Kemenkes RI. Pejabat tersebut adalah dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, menggantikan dr. Ratna Rosita, MPHM, sebagai Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dan Prof. dr. Akmal Taher, Sp.U(K), menggantikan dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, sebagai Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kemenkes RI.

Menkes dalam sambutannya, menyatakan bahwa jabatan Sesjen dan Dirjen BUK Kemenkes RI merupakan tugas yang berat. Sekretaris Jenderal adalah posisi strategis dalam pelaksanaan tugas koordinasi, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi Kementerian Kesehatan serta memfasilitasi penyelenggaraan administrasi dan hubungan kerja dengan Kementerian/Lembaga lain. Sementara itu, Direktorat Jenderal BUK merupakan unsur pelaksana yang membawahi banyak satuan kerja baik di Kantor Pusat maupun di Unit Pelaksana Teknis. Demi terlaksananya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), harus mampu menyikapi tantangan yaitu berlakunya jaminan kesehatan semesta.

Menkes pada saat itu berpesan, untuk mendukung pelaksanaan SJSN Bidang Kesehatan, setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal BUK harus selalu didasarkan pada kebijakan peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan, penyiapan fasilitas kesehatan serta peningkatan akses dan mutu pelayanan, khususnya upaya-upaya promotif dan preventif, baik di pelayanan kesehatan dasar maupun di pelayanan kesehatan rujukan.

Kepada sejumlah media, Menkes menyatakan bahwa pengangkatan dan pelantikan yang dilaksanakan untuk mengisi jabatan kosong, karena pejabat lama telah mencapai batas usia pensiun, mutasi, promosi, dan untuk mengisi jabatan dalam struktur organisasi baru. Sementara parameter yang digunakan dalam pengisian jabatan, Menurut Menkes adalah kapasitas, kompetensi, integritas, loyalitas, moralitas, pendidikan-pelatihan, serta pengabdian dan komitmen para calon pejabat pada tugas negara.

Namun benarkah  kompetensi, integritas, loyalitas dan moralitas menjadi bagian dari parameter pengisian jabatan tersebut?.

Badan Pemeriksa Keuangan RI pernah mengungkapkan bahwa Derektur Utama RS Cipto Mangunkusumo (yang saat itu dijabat oleh Prof. dr. Akmal Taher, Sp.U(K)) melakukan beberapa pelanggaran serius yang diduga merugikan negara. Kasus tersebut antara lain adalah :

1. Pada Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo ada rekening liar yang dinamakan Rekening Dana Direksi pada bank Mandiri yang belum mendapat persetujuan dari Departemen Keuangan. Rekening ini mestinya sudah tidak berlaku karena hanya mengacu pada Surat Menteri Kesehatan perihal Rencana Bisnis dan Anggaran RS BLU yang hanya berlaku sampai tahun 2006.

Selama tahun 2008 rekening tersebut telah membiayai: bensin direktur, telekomunikasi direktur, pengurusan Amdal, HUT Proklamasi, sewa stand pameran, biaya operasional rumah singgah, pembayaran honor advisory management Publik Wing, Biaya Renovasi oleh PT. Medical Diagnostic Nusantara, pembuatan sertifikat dan pengurusan IMB. Sedangkan khusus untuk biaya representasi peresmian gedung dihabiskan sebanyak Rp. 600.000.000,-.
2. Adanya penunjukan langsung pekerjaan tanpa melalui lelang sebesar Rp. 11.280.325.000. yaitu Pekerjaan Luar Tahap II (Extention Work) Gedung Perawatan (Publik Wing) yang dilaksanakan oleh PT. Pembangunan Perumahan (PP) sesuai surat perjanjian Nomor 7785/TU.K/50.4/XII/2007 Tanggal 13 Desember 2007.
3. Adanya penunjukan langsung tanpa lelang pengadaan peralatan medis berupa CSSD (Plasma Sterilizer 100S) merk Sterrad yang dilaksanakan oleh PT. Rajawali Nusindo sesuai dengan kontrak No. 7825/TU.K/50.1/X/2008 Tanggal 30 Oktober 2008 sebesar Rp. 1.300.000.000,-. Padahal barang yang sama disupply oleh PT. Kimia Farma kepada Pusat Penanggulangan Krisis Depkes dengan kontrak No. PL.00.06.1.6439 Tanggal 30 Oktober 2008 hanya seharga Rp. 899.143.00,-

Jadi publik layak bertanya, Sukseskah Prof. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) menjalankan tugas sehingga diangkat sebagai Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar