Cari Blog Ini

Kamis, 19 September 2013

Kerugian Negara Yang Signifikan Bukan Uang Pelicin Dan Gratifikasi, Tetapi Pajak

Jakarta, MKI - Tertangkapnya Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Rudi Rubiandini dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menambah daftar nama pejabat negara yang tersangkut masaalah hukum. Operasi tangkap tangan yang dinyatakan melibatkan uang suap terbesar yang nilainya diperkirakan dalam jumlah Rupiah berkisar 10 (sepuluh) miliar ini menjadi perhatian utama publik menjelang HUT RI ke-68 tahun ini. KPK menyindir secara halus dengan menyatakan bahwa tidak ada kaitan kedudukan seseorang profesor atau berkesan saleh atau santun untuk ditetapkan menjadi tersangka. Yang diperlukan adalah adanya bukti yang sah secara hukum.

Untuk mencegah terjadinya suap atau gratifikasi, baru-baru ini (tepatnya tanggal 20 Juni 2013) di Santika Premiere Dyandra Hotel and Convention Medan, KPK bekerjasama dengan Transparansi Internasional Indonesia melaksanakan workshop bertajuk "Memperkuat Integritas Melalui Kemitraan Antara Sektor Publik dan Swasta Dalam Mencegah Uang Pelicin dan Gratifikasi".

Peserta workshop terdiri dari anggota APEC ekonomi, penyelenggara negara, para CEO dari perusahaan multinasional, perusahaan nasional dan Badan Usaaha Milik Negara (BUMN), akademisi, CSO, praktisi hukum dan narasumber pakar dari organisasi internasional maupun praktisi lainnya. Workshop ini menjadi rangkaian agenda Asia Pacifik Economic Cooperation (APEC) Anti - Corruption and Transparency Working Group (ACT-WG) 2013 yang berlangsung pada 24-26 Juni 2013, di tempat yang sama.

Dalam workshop tersebut, ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa kegiatan itu merupakan langkah awal KPK menyentuh sektor swasta untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, para pegawai negeri/penyelenggara negara terikat pada UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang penyuapan dan gratifikasi. Namun, di sisi lain belum ada regulasi yang mengatur tentang uang pelicin atau yang dikenal dalam istilah bisnis sebagai facilitation payment.

Dikatakan minimal ada tiga hal krusial sebuah korporasi membangun tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab perusahaan (corporate liability) dalam pencegahan korupsi. Yang pertama, bagaimana tanggung jawab atasan untuk tidak menyuruh bawahan melakukan perbuatan korupsi. Kedua, tanggung jawab atasan untuk tidak membiarkan bawahan melakukan korupsi. Dan ketiga, bagaimana perusahaan membangun sistem pencegahan korupsi dengan menerapkan program pengendalian internal, membuat aturan dan kode etik.

Masukan Untuk KPK

Dengan mencermati workshop tersebut, KPK dan Transparansi Internasional Indonesia sangat serius mencegah terjadinya kerugian negara dari sektor suap/uang pelicin ini. Namun apabila berbicara dalan level kenegaraan, jumlah suap yang terjadi tidak seberapa dibandingkan dengan kerugian negara dari sektor perpajakan yang sampai saat ini tidak tersentuh secara mendasar oleh institusi manapun.

Sebagai masukan bagi KPK, apabila dihitung secara rinci, seluruh korporasi besar yang telah dinyatakan oleh aparat pajak dan akuntan publik telah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang, nyata-nyata tidak membayar pajak dengan semestinya. Akumulasi dari kekurangan pendapatan negara dari sektor perpajakan ini dalam satu tahun mungkin dapat menutupi subsidi BBM nasional. Untuk membuktikannya maka KPK harus mempunyai tenaga ahli dalam bidang perpajakan khususnya yang menyangkut Pajak Konstruksi, Pajak Sewa Menyewa Tanah dan atau Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah, serta Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan. 

KPK tidak bisa hanya menunggu adanya laporan tentang adanya pelanggaran hukum terkait perpajakan ini, tetapi harus secara proaktif membentuk tim khusus menelusuri dan menghitung sendiri besar pajak yang semestinya dari suatu korporasi. Memang hal ini akan sedikit menyimpang dari tugas utama KPK sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang. Tetapi dengan membentuk tim khusus untuk perpajakan, KPK akan tetap sejalan dengan tupoksi yang ada. Dengan demikian maka pendapatan negara akan terdongkrak secara signifikan dan korupsi bidang perpajakan akan terberantas sampai ke akar-akarnya. Inilah yang dinamakan cinta indonesia, Merdeka! (red. BJH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar